Senin, 02 Maret 2009

Refleksi Live-in

NON SCHOLAE SED VITAE DISCIMUS
(Refleksi Live-in di sebuah Taman Bacaan)

Kehidupan akan terasa mudah untuk dijalani jika setiap manusia menjalankan kehidupannya dengan tulus. Manusia akan terus hidup dengan pengalaman-pengalaman yang menjadikan dirinya menjadi lebih dewasa dalam menghadapi realita kehidupan yang ada. Tak lepas dari itu semua bahwa Tuhan menciptakan manusia menurut citra-Nya dan selalu hadir dalam diri setiap manusia untuk berkarya.
Merupakan pengalaman menarik dimana diriku diutus untuk live-in di sebuah daerah di luar Jakarta. Sanggar Rebung, itulah sebuah nama dari tempat yang kutempati bersama dua orang temanku selama live-in. Sanggar Rebung merupakan taman baca atau lebih dikenal dengan nama balai baca. Tempat ini merupakan sarana bagi anak-anak penduduk sekitar daerah Kali Mulya untuk menimba pengetahuan. Secara khusus sanggar ini menyediakan buku-buku yang cukup banyak sehingga anak-anak bisa membacanya. Sudah hampir delapan tahun sanggar ini didirikan yang dikelola oleh dua orang laki-laki yaitu mas Budi dan mas Daru. Mas Budi merupakan alumni Angkatan 2 Seminari Menengah Wacana Bhakti sedangkan Daru adalah seorang pelajar kelas XI jurusan grafika di SMA MARDIYUANA, Bogor,Jawa Barat.
Senin, 9 februari 2008 tiga orang anak muda datang dari Jakarta ke sanggar Rebung untuk live-in disana. Selama perjalanan menuju sanggar Rebung kami menggunakan kereta api Jabotabek dan turun di Stasiun Depok Baru. Sepanjang perjalanan banyak hal yang aku lihat sehingga membuka mataku akan realita kehidupan di luar sana. Kehidupan di luar memang keras dimana setiap diri kita harus bisa mempertahankan hidup kita. Ini bukanlah suatu hal yang dianggap remeh tetapi di sinilah diri kita dituntut untuk selalu berusaha memperjuangkan hidup ini. Kehidupan di sepanjang rel kereta api merupakan kehidupan yang menjadi tantangan bagi diri kita. Terkadang diri kita menyia-nyiakan segala kesempatan untuk membangun diri menjadi lebih baik. Aku pun berpikir bagaimana kerasnya kehidupan di luar sana?. Terkadang dalam pikiran, aku bertanya mengapa hidup ini begitu keras? . Dalam hati aku pun bertanya apakah aku mampu bertahan hidup jika aku seperti mereka yang kesusahan mencari biaya untuk hidup?. Bukankah hidup ini harus dijalani seperti air yang mengalir dan terus mengalir?. Itu hanya sepintas pertanyaan yang ada pada diriku selama perjalanan menuju sanggar Rebung.
Akhirnya aku dan teman-teman tiba di sana dengan selamat. Kami disambut hangat oleh mas Budi sebagai pengelola sanggar tersebut. Suasana di daerah itu sungguh sejuk dan cukup tenang, terkesan seperti di Desa. Sampai di sana kami langsung beristirahat sejenak sambil melihat buku-buku yang ada di sana. Seorang anak kecil datang ketika siang hari dan apa yang kami lakukan? Kami langsung kenalan dan langsung mangajarinya membaca, nama anak itu adalah Aldo. Ini merupakan pengalaman unik dimana aku dan teman-teman datang sebagai kakak serta pengajar yang ingin memberikan inspirasi bagi adik-adik di sanggar Rebung. Tak lama kemudian banyak anak-anak yang datang untuk membaca buku di sana. Sungguh diriku terkesan dengan anak-anak tersebut, mereka dengan antusias ingin membaca buku serta belajar di sana. Aku langsung berkenalan dengan mereka, terkadang mereka yang langsung memperkenalkan diri. Mereka adalah anak-anak yang sangat lugu dan manis serta anak-anak yang hebat. Kehadiranku dan teman-teman membuat mereka semakin termotivasi untuk belajar menempuh masa depan yang cemerlang.
Anak-anak yang datang merupakan anak-anak penduduk di daerah sekitar sanggar Rebung yang pendidikannya kurang. Banyak masalah yang dihadapi anak-anak dalam bidang pendidikan terutama yang berpengaruh adalah keadaan ekonomi keluarga mereka yang lemah atau terbatas. Keadaan keluarga mereka yang tidak terbina dengan harmonis menjadikan anak-anak mereka menjadi terlantar. Mampukah keluarga-keluarga tersebut membimbing dan mendidik anak-anak mereka menjadi manusia-manusia yang berkualitas pada nantinya?. Sesungguhnya ini menjadi pertanyaan besar bagi diriku yang sedang live-in di sana. Keprihatinan diriku terhadap mereka hanya bisa kurefleksikan dalam kaca mataku sehingga pada nantinya aku dapat berbuat sesuatu bagi mereka.
Pada waktu sore menjelang malam ada kabar bahwa aku dan teman-teman akan dibagi tempat live-innya sehingga kami bisa merasakan bagaimana kehidupan masyarakat di sana. Tetapi berhubung ada warga yang meninggal di daerah sana akhirnya kami tidak dibagi live-innya dan tetap tinggal di sanggar Rebung. Selama semalam hari itu aku menghabiskan waktu bersama anak-anak untuk belajar bahasa inggris maupun yang lainnya. Aku pun merasa senang dengan kehadiran anak-anak seperti mereka diantaranya adalah Kiki, Aldo, Rama, Iin, Iis, Farhan, Jelita, Candra, Aldi, Maudy, Panca, Ling dan beberapa anak lain yang aku tidak ingat namanya. Akhirnya sebelum tidur aku berefleksi sejenak melihat pengalaman selama hari itu sehingga aku dapat bertindak lebih baik lagi.
Hari kedua, dimana pagi-pagi aku bangun, mandi dan kemudian sarapan. Selesai sarapan aku dan teman-teman diantar mas Budi pergi ke rumah seorang ibu penjual kembang di sebuah kuburan di kali mulya. Sebelum pergi ibu itu melayat tetangganya yang meninggal karena dibunuh dengan cangkul di daerah Bekasi. Peristiwa itu merupakan hal yang sangat tragis bagi diriku. Pembunuhan itu diakibatkan karena persaingan perebutan lahan yang ingin digarap. Bagi diriku hal itu merupakan sebuah peristiwa yang harus direfleksikan bahwa hidup itu tidak mudah perlu perjuangan yang keras, selain itu juga bahwa hidup ini akan selalu ada persaingan jika setiap dari manusia tidak mau bersikap rendah hati. Kerendahan hati akan mengantar hidup kita sebagai manusia menuju kedamaian dan ketentraman dalam menjalani hidup. Setiap manusia akan terus bersaing demi mempertahankan hidup mereka atau survive. Banyak cara yang ditempuh manusia agar bisa mempertahankan hidup mereka secara individu maupun secara kelompok. Kemudian selesai melayat, aku dan teman-teman serta ibu penjual kembang tersebut pergi ke kuburan yang jaraknya tidak jauh dari sanggar Rebung. Dalam perjalanan ibu tersebut berbicara mengenai keadaan kampung daerah tersebut sehingga kami bisa lebih akrab.
Sampai di sana tidak banyak hal yang aku lakukan beserta teman-temanku. Aku hanya membantu menyiangi kembang yang akan dijual, selebihnya aku hanya duduk diam merasakan suasana yang ada di sekitar kuburan. Kuburan merupakan tempat yang sangat unik dimana suasananya sangat tenang. Sungguh jelas suasananya, siapa juga yang mau berkunjung ke kuburan agar terlihat ramai ?, sungguh menarik bahwa kuburan menjadi tempat terakhir bagi setiap manusia yang telah meningal. Aku merasa ada ketenangan dalam diriku ketika berada disana, sungguh hening dan tenang. Menjadi penjual kembang di kuburan merupakan pekerjaan yang unik, secara otomatis tidak banyak pengunjung pada hari biasa kecuali pada hari raya seperti menjelang puasa, Idul Fitri atau hari raya lainnya terutama bagi umat muslim dan kristiani. Memang akan terasa bosan jika tidak melakukan aktivitas sama sekali, aku pun juga merasa bosan dengan keadaan serta tidak banyaknya kegiatan yang ada. Sungguh ini merupakan tantangan bagi diriku dimana aku dituntut untuk menjadi pribadi yang kreatif sehingga aku dapat menggunakan waktu yang ada dengan berbagai macam hal yang bisa dilakukan. Suasana yang ada juga membuat diriku mengantuk tetapi sungguh tenang jika mau beristirahat. Ibu yang menjual kembang tersebut merupakan orang-orang yang tinggal di satu daerah yang letak rumahnya tidak saling berjauhan. Ibu-ibu tersebut sangat baik kepada kami, terkadang aku bertanya kepada mereka tentang suka duka mereka maupun tentang kuburan tersebut. Siang hari aku dan teman-teman memutuskan untuk pergi makan siang dan kemudian kembali ke kuburan menemani ibu-ibu yang berjualan di sana. Ketika aku dan teman-teman kembali ke kuburan, kami langsung minta ijin kepada ibu penjual kembang agar kami bisa berkeliling sekitar kuburan. Memang menarik sekali mulai dari tempatnya, suasana maupun batu nisan yang ada pada setiap kuburan. Bukanlah hal yang menakutkan jika tinggal di kuburan pada waktu siang hari. Tetapi jika setiap manusia mempunyai iman yang kuat otomatis manusia tidak akan takut tinggal di kuburan meskipun pada malam hari.
Sore pun tiba, kira-kira pukul 17.00 aku dan teman-teman serta ibu penjual kembali ke rumah masing-masing. Sampai di sanggar, beberapa anak sedang membaca serta bermain. Kemudian aku berkenalan dengan mereka satu persatu sehingga aku bisa akrab dengan mereka. Terkadang aku mengajak mereka untuk bermain dan mengajari mereka membaca. Terkadang aku juga membacakan cerita untuk mereka, betapa senang hati mereka bisa mendengar cerita dari buku-buku yang kubacakan.
Menjelang Maghrib akhirnya aku membersihkan diri dengan mandi, kemudian aku beristirahat sejenak, aku merasa lelah karena seharian menjual kembang atau lebih gaulnya yaitu nongkrong di kuburan. Ketika anak-anak datang, aku dan teman-teman kembali mengajarkan mereka membaca serta membantu mereka untuk menyelesaikan tugas sekolah mereka. Di sana kami saling tanya jawab sehingga pengetahuan kami dan mereka dapat bertambah dalam memori. Contohnya adalah Kiki, ia adalah anak kelas empat SD yang bisa dikatakan cerdas. Kemampuannya sungguh tidak dipertanyakan, ia rajin sekali membaca buku sehingga pengetahuannya cukup banyak tentang berbagai hal misalnya, dinosaurus. Ia mampu mengetahui jenis-jenis dinosaurus. Selesai mengajari mereka aku dan teman-temanku pergi keluar untuk makan malam. Hari pun semakin larut aku dan teman-teman memutuskan untuk istirahat tetapi sebelumnya ada sebuah tugas yang harus diselesaikan yaitu menulis sebuah evaluasi untuk hari tersebut.
Hari ketiga, Udara dingin mengubah suasana sehingga aku dan teman-teman terbangun pada pagi hari, aku mandi sambil membersihkan diri agar lebih terlihat segar. Pada pagi hari pun aku sempat mendengar sharing dari pengalaman mas Budi. Banyak pengalaman yang diceritakan olehnya entah dari pengalaman pribadinya maupun pengalaman dalam menjalani pekerjaannya itu sebagai pengelola sanggar Rebung. Perutku dan teman-teman mulai keroncongan sehingga kami langsung memutuskan untuk sarapan di luar. Kami sarapan hanya dengan nasi uduk dan lauk-pauknya, memang sungguh terasa nikmat bisa sarapan dengan makanan yang sederhana itu. Selesai sarapan aku dan teman-teman langsung berangkat menuju kuburan tempat dimana hari kemarin kami berjualan kembang menemani beberapa orang ibu-ibu. Seperti biasa aku hanya duduk menikmati suasana kuburan.
Pada hari itu juga ada orang meninggal yang dikuburkan di tempat itu. Orang itu meninggal akibat kecelakaan tetapi yang mendapat perhatian bahwa kematian orang tersebut sempat diliput oleh stasiun televisi yaitu TPI. Dikatakan bahwa seluruh biaya perawatan sampai meninggalnya orang tersebut ditanggung oleh stasiun televisi TPI. Merupakan pengalaman yang sungguh di luar dugaan diriku, meskipun menarik tetap saja bahwa kematian seseorang akan membawa kesedihan pada keluarga serta kerabat terdekat seseorang yang telah meninggal tersebut. Kepergian seseorang untuk pergi ke rumah Bapa di Surga sungguh akan menjadi kesedihan tetapi janganlah kesedihan tersebut berlarut-larut. Segala apa yang dilakukan oleh orang yang meninggal akan menjadi kenangan mendalam bagi saudara-saudaranya.
Aku dan teman-teman memutuskan untuk pergi jalan-jalan melihat kuburan-kuburan. Memang disaana ada kuburan para pastor OFM serta suster-suster FMM. Kuburan tersebut memang sebagai TPU yaitu Tempat pemakaman Umum, jadi masyarakat yang beragama apapun dapat dikuburkan di sana ketika meninggal. Aku dan teman-teman memutuskan untuk pergi makan siang dan tidak kembali lagi ke kuburan tersebut. Selesai makan siang aku dan teman-teman kembali ke sanggar Rebung dengan rencana mau mengajar anak-anak dan beristirahat. Sampai di sanggar aku melihat banyak anak-anak yang sedang asyik main karambol dan beberapa anak yang lainnya sedang membaca buku.
Aku pun langsung menghampiri mereka dan menemani mereka belajar membaca. Tidak hanya itu saja yang kulakukan aku pun mengajak mereka bermain boneka-bonekaan. Betapa senangnya mereka terutama anak-anak yang masih kecil, berusia lima sampai enam tahun. Kehadiranku membuat mereka bahagia, aku pun juga merasa bahagia dengan kehadiran anak-anak tersebut. Betapa indahnya jika hidup ini selalu ada tawa dan senyuman. Betapa indahnya jika hidup ini dijalani dengan ketulusan dari dalam lubuk hati yang paling dalam. Betapa indahnya jika kita saling melengkapi satu sama lain. Itulah harapan-harapan diriku yang ingin kuwujudkan jika diriku mampu mewujudkan harapanku tersebut. Betapa lugu dan polosnya anak-anak tersebut sehingga mereka membuat diriku bahagia bersama mereka. “Kak mau tidur ya….?”, tanya seorang anak. Aku pun berkata, “iia, memangnya kenapa…?”. “Ya udah deh, aku main sendiri aja..”, jawab seorang anak. Kepolosan yang dimiliki anak tersebut membawa diriku kagum pada diri orang anak kecil. Terkadang aku pun berangan-angan seandainya diri kita ketika dewasa seperti diri anak-anak tersebut. Betapa tentramnnya hidup ini jika diri kita seperti itu yaitu terbuka satu sama lain. Sesungguhnya banyak kerinduan demi menemukan makna kebahagiaan hidup dalam diri kita.
Pada sore hari aku dan anak-anak mencari rumput untuk makanan kelinci piaraan di sanggar Rebung. Seperti biasa aku membersihkan diri dengan mandi selesai mencari rumput, kemudian aku kembali mengajari anak-anak membaca buku. Terkadang aku pun mengajak mereka bermain agar tidak bosan. Tetapi aku merasa kagum dengan antusias yang dimiliki mereka terutama dalam hal membaca dan belajar. Ini merupakan malam terakhir bagiku dan teman-teman untuk live-in di sanggar Rebung. Malam itu pun aku dan teman-teman menyempatkan diri untuk makan malam, selesai makan malam kami membawakan dua bungkus nasi goreng untuk mas Budi dan Daru. Kami kembali ke sanggar kemudian mengajarkan anak-anak membaca lagi. Malam pun semakin larut dan anak-anak kembali ke rumah mereka masing-masing. Begitu lelahnya hari ini sehingga aku dan teman-teman langsung menyiapkan karpet agar kami bisa beristirahat malam.
Hari terakhir merupakan hari yang bisa dikatakan sebagai hari perpisahan kami dengan komunitas sanggar Rebung. Pagi-pagi kami bangun, kemudian membereskan tempat tidur kami dan membersihkan rumah. Pada pagi itu juga kami mandi secara bergantian. Merupakan pengalaman unik dimana aku dan teman-teman bertemu dengan seorang bapak yang beragama katolik ketika sarapan. “Ignatius mana de…?”, tanya seorang bapak. ”Ignasius Jamal (Jalan malang) pak,”jawabku. “Katolik semua ya”, tanya bapak itu. “Iia pak”, jawab salah satu diantara kami. Aku tak menyadari bahwa aku sedang memakai baju yang ada tulisan Ignatius School Fair. Aku sungguh terkejut, aku merasa bahwa Tuhan senantiasa memberikan rahmat-Nya kepadaku dan teman-teman lewat seorang bapak tersebut. Ketika salah satu dari kami ingin membayar nasi uduk, bapak itu langsung menuntaskan makannya dan membayari kami. Aku merasa bersyukur karena masih ada orang baik di dunia ini. Betapa beruntungnya aku dan teman-teman bisa berkomunikasi dengan bapak tersebut.
Sesungguhnya kebaikan akan terus hadir dalam hidup kita. Kebaikan orang lain merupakan tanda kasih Allah kepada diri kita. Aku pun menyadari bahwa diriku akan selalu disertai oleh Allah sehingga kasih-Nya hadir lewat kebaikan yang diberikan oleh orang lain. Allah tidak akan meninggalkan diri kita, Allah akan selalu bekerja dalam diri kita lewat karya-karya yang kita berikan kepada orang lain. Aku dan teman-teman segera kembali ke sanggar untuk membuat evaluasi terhadap keadaan selama kami live-in di sana. Dari pagi sampai siang aku menyelesaikan evaluasi tersebut.
Pada siang hari sebelum aku dan teman-teman pergi, anak-anak datang dan sejenak kami bermain dengan mereka. Betapa bahagia diriku melihat mereka yang ingin mengantarkan kami pulang. Sebelum aku dan teman-teman pulang, kami menuliskan sebuah pesan kepada mereka. Tidak hanya kami yang menulis pesan tetapi mereka pun juga menuliskan pesan untuk kami. Ini adalah surat yang dituliskan oleh Kiki, Chandra, Iing, Aldo, Panca dan lainnya :

Hai Kak, kakakku yang ganteng yang baik
Aku ingin mengucapkan selamat hari velatin
Dan aku ingin mengucapkan selamat tinggal
Aku akan mengingatmu selalu dan aku ingin selalu bersamamu
Kalau kakak ingin bertemu kami lagi datanglah ke sanggar rebung cendani..

Sungguh perasaan yang mendalam dimana kami dan mereka bisa saling tukar pesan. Aku sendiri merasa terentuh dngan tulisan yang mereka berikan kepadaku dan teman-teman. Betapa pedulinya mereka dengan kami sebagai kakak yang memberikan pengajaran kepada mereka. Suatu sentuhan kasih Allah dimana mereka mengantarkan kami ke depan jalan untuk naik angkutan menuju Stasiun Depok. Sungguh kehadiran anak-anak tersebut menyadarkan diriku bahwa non scholae sed vitae discimus. Ungkapan bahasa latin tersebut ingin mengatakan bahwa kita belajar bukan untuk sekolah tetapi untuk kehidupan yang akan dijalani.Pendidikan itu sangat penting bagi masa depanku dan sesamaku terutama bagi kehidupan di dunia ini. Semangat yang dimiliki mereka membuahkan kenangan dalam diriku sehingga aku pun mampu untuk semangat dalam belajar. Hidup merupakan perjuangan yang harus ditempuh oleh setiap manusia, jika manusia tidak mampu berjuang maka hidupnya pun tidak akan bertahan lama. Allah akan senantiasa memberikan kekuatan bagi mereka yang percaya kepada-Nya dan mau berjuang untuk hidup bagi orang lain.

Oleh : Theodorus Egep Henakin/ XI SOS 3/ 30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar