Refleksi.
Saya Andreas Subekti, akrab di panggil Bekti. Kurang lebih hampir dua setengah tahun saya tinggal di seminari Wacana Bahkti. Sekarang saya tingkat tiga dan menjalani pendidikan di kelas dua.
Saya berasal dari paroki Kalvari, Lubang Buaya. Sebuah paroki yang masih mencari jati diri, karena usianya masih sangat muda dan masih dalam proses pembangunan yang mengalami sedikit hambatan. Banyak pengalaman yang saya rasakan selama saya berada di paroki sebelum saya masuk seminari.
Dulu saya aktif di misdinar paroki. Saya termasuk anggota yang cukup aktif. Dan dari semua misdinar yang mendaftarkan diri bersama saya. Pada akhirnya hanya saya yang tertinggal menjadi anggotanya, sampai akhirnya saya masuk seminari. Dari misdinar itulah muncul ketertarikan pada diri saya untuk menjadi seorang imam. Pada awalnya saya selalu memperhatikan saat imam membersihkan piala setelah digunakan. saya suka mengamati bagian itu karena melihat suatu bentuk pelayanan dan kerendahan hari seorang imam.
Saya juga mempunyai pengalaman yang bisa dikatakan agak mistis. Ketika saya duduk di kelas 3 SD, saya pernah bermimpi bahwa dirumah diadakan misa konselebrasi. Tiga orang imam datang untuk mempersembahkan ekaristi. Mimpi itu saya anggap tidak mempunyai makna apa-apa, semuanya berlalu sampai saya kelas 1 SMP. Saat saya mengulang memori mimpi itu saya mengingat-ingat. Saya merasakan bahwa mimpi itu benar-benar nyata. Saya sempat menanyakan pada orang tua apakah itu benar-benar nyata. Ternyata tidak pernah ada misa konselebrasi dirumah saya. Tetapi setelah saya mengingat-ingat, ternyata saya hanya mengingat 2 orang imam yang datang, yaitu kedua pastur paroki saya. Saya tidak pernah bisa mengingat seseorang pastur yang ketiga. Dari situ saya mengambil refleksi bahwa Tuhan memanggil saya untuk menjadi imam yang ketiga tadi, yang sampai sekarang tidak pernah saya ketahui siapakah dia.
Setelah dua setengah tahun berada di seminari, saya mulai tertarik dengan ordo-ordo yang ada. Pertama kali saya tertarik dengan Serikat Jesus, saya menyukai bahwa mereka bekerja dengan suka hati dan dengan semangat santo Ignatius. Tetapi seiring berjalannya waktu, saya mulai tertarik dengan imam diosesan. Mungkin ini pengaruh dari pastur paroki yang diganti dengan imam projo. Dan setelah saya membaca buku tentang imam diosesan, saya tertarik untuk menghadapi tantangan yang ada di Jakarta. Karena saya melihat bahwa Jakarta adalah kota yang memiliki banyak muka.
Kemarin baru saja saya live-in di daerah Tanah Abang. Saya meneliti tentang tempat prostitusi di Tanah Abang. Sementara saya melihat di Kali Malang ada umat yang tinggal di bantaran kali. Sementara di pusat kota banyak mall-mall berdiri dengan megahnya. Ini memperlihatkan bahwa Jakarta penuh tantangan. Dan saya sebagai anak Jakarta ingin mencoba menghadapi tantangan yang ada di kotaku sendiri.
Pergulatanku saat ini adalah mungkin setelah selama kurang lebih dua tahun tinggal bersama laki-laki. dan mulai kelas dua ini kami mulai digabungkan dengan lawan jenis. Karena saya juga remaja normal ada rasa ketertarikan dengan lawan jenis. Mungkin pergulatan saya saat ini adalah seperti itu. Ada rasa ingin diperhatikan oleh orang lain. Sepertinya saya belum menemukan cara yang ampuh untuk mengolah perasaan ini. Saya sudah sering berusaha untuk menyalurkan kegiatan yang lain. Tapi ya tetap saja ada perasaan yang mengusik. Saya menganggapi sebuah tantangan dalam panggilan. Dimana saya ditantang untuk mengolah perasaan saya ini. Karena ini adalah tantangan.
Minggu, 29 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar