Minggu, 29 Maret 2009

Sejarah Panggillan

SEJARAH PANGGILAN

Panggilan merupakan sebuah misteri yang tidak diketahui oleh manusia apalagi sebagai calon imam. Menjadi seorang imam merupakan suatu anugerah yang diberikan Tuhan kepada manusia yang telah dipilih oleh Tuhan sendiri. Setiap orang mempunyai panggilan yang berbeda-beda, sehingga biasa disebut dengan Personal Vocation. Pada diri saya pun panggilan menjadi seorang imam sudah melekat ketika duduk di bangku SD kelas empat. Keinginan menjadi seorang imam termotivasi dengan sosok seorang imam yang bertugas di paroki saya. Ketika kelas enam SD panggilan menjadi seorang imam pun sudah tidak terlalu lekat pada diri saya lagi, meskipun teman-teman SD saya mendukung untuk menjadi seorang imam.
Akhirnya saya melanjutkan pendidikan saya di asrama Vincentius Putera dengan nama sekolah Sint Yoseph. Dalam asrama saya memulai untuk hidup mandiri. Awalnya saya merasa berat sekali untuk menjalani segala kegiatan yang ada. Dukungan teman-teman senantiasa menguatkan diri saya untuk tetap bertahan dan krasan. Bukanlah hal yang mudah untuk menjalani kehidupan di asrama yang mempunyai banyak anak-anak dengan latar belakang keluarga yang berbeda-beda.
Kelas satu SMP saya sudah tidak memikirkan lagi panggilan menjadi seorang imam. Saya hanya menjalani kehidupan sebagai remaja pada umumnya. Saya sungguh menikmati masa-masa remaja di Sekolah. Banyak pengalaman yang saya dapatkan selama duduk di bangku SMP kelas satu. Pengalaman tersebut menjadi bekal bagi diri saya untuk masa depan dan sebagai dinamika kehidupan yang saya jalani. Pada kelas dua SMP saya mulai tertarik dengan kakak kelas yang memutuskan untuk masuk Seminari.
Keinginan untuk menjadi seorang imam tumbuh lagi pada diri saya. Akhirnya saya memutusakan untuk mengikuti tes di seminari dan pada akhirnya saya diterima. Menjadi seorang imam merupakan hal yang menakutkan bagi diri saya. Pada awalnya saya merasa ragu untuk menjalani tetapi dengan keberanian dan motivasi yang kuat akhirya saya menjalani kehidupan di Seminari.
Pada tahun pertama motivasi menjadi seorang imam memang sangat melekat pada diri saya. Dengan motivasi yang saya miliki saya mampu menyelesaikan program studi KPP. Tantangan selama KPP bagi saya tidak terlalu berat yaitu hanya mencoba untuk tidak bergantung pada orang luar selama tiga bulan termasuk orang tua. Tantangan yang paling berat yaitu beradaptasi yaitu menyesuaikan keadaan yang ada di Seminari. Hal tersebut yang sungguh menjadi tantangan bagi diri saya. Pergulatan yang ada mampu saya atasi dengan membuka diri saya pada orang lain.
Kehadiran teman-teman komunitas seminari sungguh menjadi kekuatan saya untuk menjalani panggilan ini. Tahun kedua di Seminari yaitu saatnya diri saya untuk bergabung dengan komunitas SMA GONZAGA. Dalam menjalani pendidikan di SMA ini banyak pergulatan yang saya alami terutama dengan teman-teman di Sekolah. Kehadiran teman-teman Gonzaga sungguh menjadi tantangan bagi diri saya untuk membawa mereka semua pada jalan yang benar. Di situlah saya mencoba untuk melath diri saya untuk bisa memahami karakter orang lain.
Di Gonzaga pun saya mengenal yang namanya solidaritas antar siswa dan siswi SMA GONZAGA. Tahun pertama di Gonzaga dapat saya jalani dengan baik meskipun belum maksimal. Pada tahun ketiga di seminari Wacana Bhakti, saya mulai mengubah pola hidup saya untuk menjadi lebh baik. Di tahun ketiga inilah saya duduk di bangku kelas dua SMA dimana saya harus menentukan jurusan. Saya pun masuk jurusan IPS dan di tahun kedua inilah kami para seminaris mulai digabung dengan siswi-siswi Gonzaga. Kehadiran mereka sungguh menjadi tantangan bagi kami semua para seminaris untuk bisa mengolah kehadiran mereka.
Sesungguhnya hal itu sangat membantu kami sebagai calon imam ketika kami menjadi seorang imam. Tentunya perempuan pun akan hadir sebagai umat yang harus digembalakan pada jalan yang benar. Perjalanan panggilan yang saya jalani ini sunguh sangat istimewa bagi diri saya. Kehadiran orang lain pun sangat saya butuhkan sebagai kekuatan diri syaa untuk mejalani panggilan ini. Semangat missioner dalam diri saya juga membantu saya menguatkan diri saya dalam menjalani panggilan ini.


Oleh: Theodorus Egep Henakin/ Kelas II /
Seminari Wacana Bhakti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar